Selasa, 06 Januari 2009





Pertanian Organik, Ataukah Pertanian Berkelanjutan


Oleh : Novi Listiarini ( 0710453003)

Sumber : Dr. Ir. Yul Harry Bahar


Prof. Dr. F.G. Winarno mengilustrasikan dalam harian Kompas 15 Maret 2004, bahwa konsumen luar negeri, khususnya di negara maju, seperti Eropa, Jepang dan Amerika sangat tertarik akan pangan organik karena motivasi kesehatan, produknya lebih segar, rasanya enak, bagus teksturnya dan memiliki sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan tersendiri. Namun hambatan pemasaran pangan organik karena harganya yang tinggi, adanya persepsi masyarakat tentang pangan organik mempunyai penampakan kurang menarik dan tidak segar, bahkan bila ada pangan organik dengan penampilan menarik dan keadaan segar justru muncul kecurigaan akan keaslian pangan organik yang berlabel organik.
Lalu apa yang dicari dalam pertanian organik, dan produk pangan organik macam apa yang akan dipercaya konsumen. Di tengah masih banyak pertanyaan akan pangan organik, seperti pengaruhnya terhadap perbaikan kesehatan dan penyembuhan penyakit, korelasi positif antara metode pertanian yang diterapkan dengan peningkatan mutu gizi pangan yang dihasilkan, maka sebaiknya kita konsisten saja menerapkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development), atau pembangunan pertanian berkelanjutan, karena perhatian masyarakat tani akan pangan organik di Indonesia masih kecil, karena pangsa pasarnya relatif kecil (sekitar 3 persen saja), terbatas pada kalangan menengah ke atas di daerah perkotaan.




Dengan demikian pangsa pasarnya cenderung cepat jenuh, bila produksinya melebihi permintaan, maka harga akan turun drastis. Di negara maju sendiri produk pertanian organik hanya 3-4 persen dari pangsa pasar yang ada, dan terbatas pada konsumen tertentu, sehingga terlalu kecil bila dijadikan target pemasaran ekspor. Di negara kita, pertanian organik masih kesulitan dalam memasarkan produk untuk mendapatkan harga yang layak (meskipun dalam beberapa kasus cukup berhasil), umumnya produk pangan organik dihargai sama dengan produk pertanian biasa.
Agaknya terlalu riskan untuk mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak mampu memberikan jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan petani dengan korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani organik tersebut. Dewasa ini produksi pertanian Indonesia masih berorientasi pada pemenuhan pasar domestik, dimana belum ada perbedaan tegas dari selera konsumen maupun harga antara produk pertanian organik dan non organik. Kenyataan bahwa penerapan teknologi, jumlah unit usahatani dan jumlah produk organik masih terbatas, dan bila diterapkan secara luas aturan dan prosedurnya terlalu rumit bila diterapkan ditingkat petani, serta tingkat produktivitas rendah.


Mengapa Pertanian Berkelanjutan ?.
Pembangunan berkelanjutan saat ini sudah menjadi isu dan perhatian masyarakat dunia, bagitu juga halnya di bidang pertanian. Masalah pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul tahun 1987 dalam sidang WCED, pada waktu itu Mrs. G.H. Bruntland (Perdana Menteri Swedia) menyampaikan laporan dengan judul Our Common Future (hari depan kita bersama). Dalam laporan inilah disebutkan pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Di bidang pertanian diterapkan dengan pendektan pembangunan pertanian berkelanjutan atau berwawasan lingkungan, yang dalam penerapannya sudah termasuk aspek pertanian organik.


Masalah pembangunan berkelanjutan telah diterima sebagai agenda politik oleh semua negara di dunia (sebagaimana dikemukakan dalam Agenda 21, Rio de Jeneiro, 1992). Ditegaskan bahwa pembangunan ekonomi jangka panjang dapat dilakukan bila dikaitkan dengan masalah perlindungan lingkungan, dan masalah ini hanya akan didapat bila terbangun kemitraan yang baik dengan mengikutsertakan pemerintah, masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Disaming itu perlu keseimbangan dalam menangani atau melaksanakan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan.


Kelimpahan keanekaragaman yang dimiliki dapat dikembangkan sebagai kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan berkelanjutan. Masyarakat global telah diberkati dengan berbagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah penting untuk menjamin keberlanjutan dan ketersediaan sumberdaya alam tersebut.
Penerapan pertanian organik merupakan salah satu dari pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan, karena itu pengembangan pertanian organik tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan bukan berarti penggunaan bahan kimiawi pertanian (agrochemical) tidak diperbolehkan sama sekali, namun sampai batas tertentu masih dimungkinkan. Hal ini juga dipakai dalam penerapan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) selama ini. Masalah pembangunan pertanian berkelanjutan telah diintegrasikan dalam program pembangunan pertanian yang diterapkan dewasa ini. Dalam Grand Strategi Pembangunan Pertanian disebutkan bahwa pembangunan pertanian hasus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memadukan antara aspek organisasi, kelembagaan, ekonomi, teknologi dan ekologis. Pembangunan agribisnis dilakukan dengan memberdayakan dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya hayati, pengembangan produksi dengan tetap menjaga pelestarian dan konservasi sumberdaya alam (hutan, tanah dan air), menumbuh kembangkan kelembagaan lokal dan melegalkan hal ulayat masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kegiatan pertanian (communal resources management), serta dengan meningkatkan nilai tambah dan manfaat hasil pertanian.

Prinsip Pembangunanan Pertanian Berkelanjutan



Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik diartikan sebagai praktek pertanian secara alami tanpa upupk buatan dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerpkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan agribisnis hortikultura berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas hasrus yang menbguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah;


Pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam.
Proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat.
Penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah)
Produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.


Peranan masyarakat lokal sangat penting dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan, karena itu kearifan lokal yang telah dimiliki oleh nenek dan kakek moyang kita dalam melakukan kegiatan usahatani perlu dipelajari dan diterapkan kembali. Disamping itu Kelembagaan masyarakat yang telah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat merupakan potensi besar untuk dikembangkan menjadi lembaga agribisnis, karena pimpinan/tokoh dari lembaga ini telah terbiasa dan mengerti tentang keadaan sumbedaya di daerah tersebut dan beradaptasi dengan kondisi setempat, serta mampu mengelola secara baik dan mandiri (Communal Resources Management).
Perlu upaya khusus dalam merubah paradigma berfikir petani dari pendekatan pertanian untuk meningkatkan produksi menajadi pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis (usaha dan keungungan), serta pertanian berkelanjutan (sustainable development). Memperhatikan kelestarian sumberaya alam dan menjaga keanekaragaman flora dan fauna, sehingga siklus-siklus ekologis dapar berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar