Senin, 05 Januari 2009


Budidaya Tanaman Jagung Hibrida


oleh : Sindy Silviana S ( 0710450019)



BAB I
PENDAHULUAN


Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk sulit dipenuhi dengan hanya mengandalkan produksi padi, mengingat terbatasnya sumber daya terutama lahan dan irigasi. Jagung merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Disamping itu, jagung juga merupakan bahan pakan, bahan ekspor nonmigas dan bahan baku industri .Varietas jagung hibrida telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas. Secara umum, varietas hibrida lebih seragam dan mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dari varietas bersari bebas .Selain itu, varietas hibrida menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas bersari bebas . Jagung hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni dan memiliki perbedaan keragaman antar varietas, tergantung dari tipe hibridisasi dan stabilitas galur murni . Komersialisasi jagung hibrida sudah dimulai sejak tahun 1930, namun penanaman jagung hibrida secara luas (ekstensif) di Asia baru dimulai pada tahun 1950-1960. Di sebagian besar negara berkembang, 61% dari lahan pertananaman jagung masih ditanami varietas bersari bebas. Hal ini dimungkinkan karena varietas bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marginal.
Meskipun demikian, varietas jagung hibrida telah memberikan hasil yang memuaskan di sebagian negara-negara berkembang, terutama di negara-negara yang sudah memiliki industri benih swasta. Varietas hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan varietas bersari bebas, diantaranya mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dan memiliki karakteristik baru yang diinginkan seperti ketahanan terhadap penyakit. Selain itu, penampilan varietas hibrida lebih seragam , dimana varietas bersari bebas pada umumnya memiliki keragaman yang tinggi pada karakteristik tongkol dan biji.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Gambaran Umum Jagung Hibrida
1. Klasifikasi Jagung Hibrida
Dalam Rukmana (1997), kasifikasi tanaman jagung adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.


2. Morfologi Tanaman Jagung
1. Akar
Warisno (1998) menyatakan bahwa tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Akar yang terbentuk pada awal perkembangannya bersifat sementara yang berfungsi untuk memperkuat tegaknya tanaman, namun antara 6-10 hari akar yang sebenarnya mulai tumbuh dan bersifat permanen.
2. Batang
Batang jagung memiliki ruas yang pendek dan jumlahnya berkisar antara 18-20 ruas yang tergantung pada varietas dan umur tanaman. Pada umumnya nodia (buku) tanaman jagung jumlahnya 8-48 dengan tinggi yang bervariasi tergantung jenis tanaman dan kesuburan tanah. Menurut Warisno (1998) khusus untuk jagung hibrida tinggi tanaman berkisar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
3. Daun
Berbentuk garis atau pita dengan ibu tulang daun berada ditengah-tengah dan sejajar dengan ibu daun. Jumlah helai daun antara 8-48 pada tiap tanaman dengan panjang 30-45 cm dan lebar 5-15 cm. Menurut Warisno (1998) mengatakan bahwa daun jagung akan membuka seirama dengan proses pemanjangan batang.
4. Bunga
Menurut Warisno (1998) tanaman jagung mempunyai bunga jantan dan bunga betina dalam satu tanaman. Bunga jantan terdapat pada malai bunga (ujung), sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol yang selalu terbungkus oleh kelopak bunga yang jumlahnya 6-14 helai.
5. Buah (biji)
Terletak pada tongkol yang tersusun memanjang dengan berbagai macam bentuk. Perkembangan biji dipengaruhi oleh jenis varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan dalam tanah, dan faktor lingkungan. Biji yang paling tua terdapat pada pangkal tongkol dan sebaliknya, biji paling muda terdapat pada ujung tongkol. Menurut Warisno (1998) menjelaskan bahwa biji yang digunakan sebagai benih biasanya hanya biji yang terdapat pada bagian tengah (60%), sedangkan bagian tepi lebih banyak dikonsumsi.
Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas.
Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.

2.2 Syarat Tumbuh
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di daerah rendah, baik di tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebagian terdapat juga di daerah pegunungan pada ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut.
1. Iklim
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (130m dpl) dan di Indonesia tanaman jagung tumbuh optimum di daerah hingga ketinggian 750m dpl (Rukmana, 1997). Menurut Warisno (1998) menyebutkan bahwa suhu atau temperatur yang dikehendaki tanaman jagung 21-30 derajat Celcius dan khusus untuk jagung hibrida berkisar 23-27 derajat Celcius. Selain itu, tanaman jagung membutuhkan banyak sinar matahari untuk dapat menghasilkan produksi yang maksimal sehingga tanaman jagung lebih baik ditanam di daerah terbuka dari pada di daerah terlindungi. Rukmana (1997) mengatakan bahwa curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung berkisar 100-200 mm per bulan dan curah hujan optimum berkisar 100-125 mm per bulan dengan distribusi yang merata.
2. Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah yang gembur dan subur karena tanaman jagung memerlukan aerase dan draenase yang baik, sekalipun jagung dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berdebu. Keasaman tanah (pH) yang baik adalah 5,5-7. Menurut Warisno (1998), pH <> 7 (alkalis), unsur P terikat oleh Ca sehingga tidak terlarut dalam air dan berakibat sulit diserap akar tanaman.

2.3 Budidaya
2.3.1 Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50 600 m dpl.
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ): pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) : penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Panen <>E. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
4. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
(Anonymous, 2008)

2.3.2 Pembuatan Jagung Hibrida
Dalam Martodireso (2002; 58) untuk mengasilkan varietas unggul diperlukan pemilihan benih penjenis jagung yang unggul. Perlu adanya pertimbangan kemurnian jagung baik fisik maupun genetiknya. Karena sebenarnya dalam pemuliaan/ produksi benih ada empat macam benih yang penting diperhatikan yaitu breeder seed, foundation seed, registered/ parent seed dan commercial seed.
Jagung hibrida merupakan turunan F1 dari persilangan antara galur-galur dengan varietas bersari bebas atau antara dua varietas bersari bebas. Menurut Warisno (1998) menyebutkan bahwa jagung hibrida dapat diperoleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa dikenal dengan hibridisasi yaitu menyerbuki bunga-bunga yang telah dikebiri dengan tepung sari dari tanaman yang dikehendaki. Menurut Rukmana (1997) menyatakan bahwa jagung hibrida keturunan pertama (F1) dari persilangan antara galur-galur, antara galur single cross dengan varietas bersari bebas atau antar dua varietas bersari bebas.
Untuk mendapatkan galur unggul dapat dilakukan melalui seleksi yang dimulai dengan inventarisasi varietas atau spesies tanaman jagung. Menurut Warisno (1998), semakin luas tingkat koleksi sifat maka akan semakin tinggi sifat yang dikehendaki. Jagung hibrida juga dapat dihasilkan dari hasil persilangan single cross dengan varietas hibrida yang telah stabil sifatnya dan dikenal dengan hibrida double cross. Hasil panenan jagung hibrida tidak dapat lagi digunakan sebagai benih karena sudah tidak murni lagi. Segresi pada turunan berikutnya (F2) merupakan penyebab menurunnya mutu genetis dan akan menghasilkan produksi yang rendah.

2.4 Pemeliharaan Jagung
A. Teknik Pemeliharaan
Waktu
Dosis Pupuk Makro (per ha)
Dosis POCNASA
Urea (kg)
TSP (kg)
KCl (kg)
Perendaman benih
-

-
-
2 - 4 cc/ lt air
Pupuk dasar
120
80
25
20 - 40 tutup/tangki( siram merata )

2 minggu
-
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram)

Susulan I (3 minggu)
115

-
55
-
4 minggu
-
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram )

Susulan II (6minggu)
115
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram )

Catatan : akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk). Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan.

2.5 Hama dan Penyakit
1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA
b. Ulat Pemotong
Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3)Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIOb. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO

c. Penyakit karat (Rust)
Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.


d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .

e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

2.6 Panen dan Pasca Panen
2.6.1 PANEN
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati.
a. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
· Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
· Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
· Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
b. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
c. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan ± 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.
d. Prakiraan Produksi
Produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru memberikan hasil 17 ton/ha.

2.6.2 PASCA PANEN
Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
a. Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai bahan makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas.
b. Pengeringan
Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan.
c. Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan.
d. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran udara.Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.

2.7 Persilangan untuk menghasilkan Hibrida.

Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley, 1988). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda.

1. Hibrida Silang Tunggal (Single Cross Hybrids)
Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur-galur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Oleh karena itu, tanaman hibrida silang tunggal bersifat heterozigot pada semua lokus dimana kedua galur murni berbeda. Silang tunggal yang superior mendapatkan kembali vigor dan produktivitas yang hilang saat penyerbukan sendiri dan akan lebih vigor dan produktif dibandingkan dengan tetuanya. Tidak semua kombianasi galur murni akan menghasilkan silang tunggal yang superior. Pada kenyataannya, agak jarang kombinasi galur murni yang menghasilkan silang tunggal dengan hasil yang superior. Kombinasi galur murni harus diuji daya gabungnya untuk menemukan kombinasi mana yang akan berguna untuk produksi benih hibrida. Disamping memiliki hasil yang tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibandingkan dengan hibrida silang tiga dan silang ganda (Singh, 1987). Namun demikian, bahwa hibrida silang tunggal memiliki stabilitas penampilan yang lebih rendah dibandingkan dengan hibrida silang ganda (Sprague dan Dudley, 1988).

2. Hibrida Silang Tunggal yang Dimodifikasi (Modified Single Cross Hybrid)
Hibrida silang tunggal yang dimodifikasi adalah hibrida dari sebuah silang tiga yang menggunakan progeni dari dua galur murni yang berhubungan sebagai tetua betina dan satu galur murni yang tidak berhubungan sebagai tetua jantan. Dua galur murni yang berhubungan (A_dan A__) mempunyai kemiripan genetic mengenai tipe tanaman sehingga terdapat segregasi minimal untuk karakteristik tanaman yang dikenali pada progreni hibrida (A_A__). Karena progeni tersebut menghasilkan benih lebih banyak dibandingkan galur A_ atau A__, maka progeny tersebut digunakan sebagai tetua betina pada silang tunggal yang dimodifikasi. Galur murni yang tidak berhubungan digunakan sebagai tetua jantan. Penampilan silang tunggal yang dimodifikasi pada lahan petani memiliki kemiripan dengan silang tunggal.

3. Hibrida Silang Tiga (Three-Way Cross Hybrid)
Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbeda dengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungan sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Langkah-langkah produksi silang tiga sama dengan silang tunggal yang dimodifikasi. Hibrida silang tiga yang dihasilkan dari galur murni A, B, dan C dapat ditulis sebagai (A x B) x C.

4. Hibrida Silang Ganda (Double Cross Hybrid)
Hibrida silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal. Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal, kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang ganda. Benih silang ganda dihasilkan dari tanaman silang tunggal yang telah diserbuki oleh silang tunggal kedua. Hibrida silang ganda yang dihasilkan dari galur murni A, B, C, dan D dapat ditulis sebagai (A x B) x (C x D).

5. Hibrida Lainnya
Dua kombinasi persilangan yang lain adalah top cross dan multiple cross. Top cross adalah progeni hibrida yang dihasilkan melalui penyerbukan suatu galur murni dengan suatu populasi yang menghasilkan pollen yang tercampur secara genetik. Top cross pada awalnya dihasilkan melalui penyerbukan satu galur murni dengan varietas menyerbuk terbuka, dan kadang-kadang disebut persilangan galur murni - varietas (inbred-variety cross). Saat ini, silang tunggal lebih umum digunakan sebagai tetua jantan dalam top cross. Multiple cross dapat merupakan hasil dari kombinasi persilangan yang menggunakan lebih dari empat galur murni (Poehlman, 1983).

Daya Gabung Galur Murni

Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya .(Hallauer dan Miranda, 1988).
Daya gabung umum merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus menunjukkan penampilan galur murni dalam suatu kombinasi hibrida dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Sprague dan Tatum, 1942). Daya gabung umum mengukur penampilan hibrida dari suatu genotipe (galur murni) dibandingkan dengan sampel acak atau genotipe yang banyak, sedangkan daya gabung khusus mengukur penampilan hibrida dari suatu genotipe (galur murni) dibandingkan dengan genotipe (galur murni) lainnya (Stoskopf et al., 1993). Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum, 1942). Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross, yakni evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah galur murni (Stoskopf et al., 1993). Evaluasi hibrida silang tunggal dilakukan dengan menggunakan hibrida komersial standar pada 4-6 lokasi atau lebih, dalam periode 2 tahun atau lebih (Griffing dalam Singh, 1987). Data hasil pengujian tersebut dapat menjadi dasar untuk memperkirakan hasil hibrida silang ganda dan silang tiga (Jenkins dalam Singh, 1987).

Penggunaan Mandul Jantan dalam Produksi Benih Hibrida Mandul Jantan Sitoplasmik (cms)
Prosedur penggunaan sistem mandul jantan sitoplasmik dan pemulih kesuburan dalam produksi benih hibrida akan berbeda sesuai dengan tipe persilangan yang dilakukan. Untuk menyederhanakan, pada model-model berikut diasumsikan galur murni yang digunakan dalam pembentukan hibrida memiliki sitoplasma steril (cms) atau normal (n), dengan pemulih kesuburan oleh gen dominan Rf, yang memberikan pemulihan sempurna pada tanaman jagung cms.
Pemeliharaan Galur Murni A-cms
A-cms x A-n
rfrf rfrf
mandul jantan fertil jantan
A-cms
rfrf
mandul jantan
Galur murni mandul jantan, A-cms, dipelihara melalui penyerbukan dari
galur murni A yang memiliki sitoplasma normal. Tidak ada galur murni yang
memiliki gen pemulih dominan. Progeni akan mandul jantan karena sitoplasma
diwariskan oleh tetua betina.
Silang Tunggal, AxB
A-cms x B-n (atau cms)
rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan
AB-cms
Rfrf
fertil jantan
Galur murni yang menghasilkan benih, A-cms, bersifat mandul jantan. Galur murni yang menghasilkan pollen, B, dapat memiliki sitoplasma normal atau cms dan memiliki gen pemulih kesuburan (Rf). Silang tunggal, AB-cms, akan memiliki gen pemulih kesuburan yang heterozigot dan akan menghasilkan pollen normal.
Silang Tunggal yang Dimodifikasi atau Silang Tiga
A_-cms x A__-n
rfrf rfrf
mandul jantan fertil jantan
A_A__-cms x B-n (atau cms)
rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan
A_A__B-cms
Rfrf
fertil jantan
Galur murni A_cms bersifat mandul jantan. Inbred A__ akan memiliki sitoplasma normal dan gen-gen yang tidak memulihkan. Silang tunggal A_A_ akan bersifat mandul jantan. Galur murni B dapat memiliki sitoplasma normal atau steril dan gen-gen pemulih dominan. Silang tunggal yang dimodifikasi, A_A__B, akan memiliki sitoplasma steril tetapi akan bersifat fertil jantan. Silang tiga dibuat dengan metode yang identik, kecuali galur murni B menggantikan A__ dan galur murni C menggantikan B pada diagram di atas.

Silang Ganda, (A x B) x (C x D)
A-cms x B-n C-n x D-n (atau cms)
rfrf rfrf rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan fertil jantan fertil jantan
AB-cms x CD-n (atau cms)
rfrf Rfrf
mandul jantan fertil jantan
ABCD-cms
50% Rfrf (fertil jantan)
50% rfrf (mandul jantan)
Hanya 50% tanaman silang ganda ABCD yang ditanam oleh petani akan bersifat fertil jantan, tetapi kondisi ini diperkirakan dapat menyediakan cukup pollen untuk pembuahan. Beberapa alternatif lain juga tersedia. Galur murni C atau D, atau keduanya, dapat membawa gen-gen pemulih kesuburan. Jika keduanya membawa gen-gen pemulih kesuburan, hibrida silang ganda akan 100% fertil jantan. Selain itu, galur murni C atau D, atau keduanya, boleh memiliki sitoplasma steril jika memiliki gen-gen pemulih kesuburan (Poehlman, 1983).

Mandul Jantan Genetik
Mandul jantan genetik pada jagung telah banyak dilaporkan. Percobaan untuk menggunakan mandul jantan genetik dalam produksi benih hibrida dihalangi oleh ketidakmampuan memelihara galur mandul jantan yang dapat digunakan sebagai tetua betina. Satu sistem yang telah digunakan didasarkan pada penggunaan kromosom yang dimodifikasi, yang dikenal sebagai duplicatedeficient, yang tidak diwariskan melalui pollen, untuk membuat stok msms murni. Sistem ini telah dipatenkan. Penggunaan sistem ini dalam produksi benih hibrida komersial memerlukan evaluasi tambahan (Poehlman, 1983).














BAB III
PENUTUP

Jagung merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Salah satu varietas jagung yang sudah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas adalah jagung hibrida. Jagung Hibrida tergolong dalam kelas Monocotyledonae dan famili Poaceae.
Syarat tumbuh jagung Hibrida adalah Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam. Selain itu juga harus memperhatikan iklimnya. Tanah yang dikehendaki adalah yang gembur dan subur karena tanaman jagung memerlukan aerase dan draenase yang baik, sekalipun jagung dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berdebu.
Untuk Budidaya , dipersipakan untuk pola tanaman , lubang tanam dan cara tanam , pengairan dan penyiraman. Pembuatan Jagung Hibrida, untuk mengasilkan varietas unggul diperlukan pemilihan benih penjenis jagung yang unggul. Untuk mendapatkan galur unggul dapat dilakukan melalui seleksi yang dimulai dengan inventarisasi varietas atau spesies tanaman jagung. Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Jagung Hibrida juga rentan terhadap hama dan penyakit , salah satunya adalah lalat bibit dan ulat pemotong. Sedangkan penyakit yang sering timbul adalah penyakit bulai , penyakit bercak daun dan penyakit karat. Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati. Kemudian Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. BUDIDAYA JAGUNG. Available at http :// http://www.google.com/. Verivied at December, 7th 2008.

Anonymous. 2008. JAGUNG. Available at http://www.distan.kalbar.go.id/. Verivied at December, 15th 2008.

Anonymous. 2008. KAJIAN TENTANG RISALAH PENELITIAN JAGUNG DAN SEREALIA LAIN. Available at http:// http://www.pustaka-deptan.go.id/. Verivied at December, 15th 2008.

Martodireso, Sudadi. 2002 Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama. Kanisius : Jogja

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius : Jogja.

Hallauer, A. R. and J. B. Miranda. 1988. Quantitative Genetics in Maize Breeding. Second edition. Iowa State University Press. Iowa. Asian Seed. 2 : 3-4.

Sprague, G. F. and L. A. Tatum. 1942. General vs Specific Combining Ability in Single Cross of Corn. J. Am. Soc. Agron. 32:923-32.

Sprague, G. F. and J.W. Dudley. 1988. Corn and Corn Improvement. Third edition. Crop. Sci. Soc. Am., Inc., Soil Sci. Soc. Am., Inc. Wisconsin. 968p.

Stoskopf, N. C., D. T. Tomes, and B. R. Christie. 1993. Plant Breeding : Theory and Practice. Westview Press. Colorado. 531p.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar