Senin, 05 Januari 2009


Budidaya tanaman cabe
oleh : Devi Ayu Ferlinda (0710453001)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Bagi seni masakan Padang, cabai bahkan dianggap sebagai "bahan makanan pokok" kesepuluh (alih-alih sembilan). Sangat sulit bagi masakan Padang dibuat tanpa cabai.
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Tanaman cabe cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal sekitar 5 - 6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Untuk memperoleh harga cabe yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabe yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabe (300-500 gr biji).

1.2 Manfaat Tanaman
Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang berhubungan dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain seperti untuk bahan ramuan obat tradisional. Konon buah cabai dapat bermanfaat untuk membantu kerja pencernaan dalam tubuh manusia. Buah cabai pun berperan bagi pecinta burung ocehan dan burung hias. Bubuk cabai dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri makanan dan minuman untuk menggantikan fungsi lada dan sekaligus untuk memancing selera makan konsumen. Ekstraksi bubuk cabai ini pun sering dipakai dalam minuman ginger beer. Selain mengandung capsaicin, cabai pun mengandung semacam minyak asiri, yaitu capsicol. Minyak asiri ini dapat dimanfaatkan untuk menggantikan fungsi minyak kayu putih. Konon minyak ini dapat mengurangi rasa pegal, rematik, sesak napas dan gatal-gatal. Selain kegunaan tersebut, bubuk cabai pun dapat dijadikan sebagai bahan obat penenang. Bahkan kandungan bioflavonoids yang ada di dalamnya, selain dapat menyembuhkan radang akibat udara dingin, juga dapat menyembuhkan polio.

1.3 Kandungan Kimia
Buahnya mengandung kapsaisin, karotenoid, alkaloid asiri, resin, minyak menguap, vitamin A dan C. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk melancarkan aliran darah serta pemati rasa kulit.
Biji mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine dan steroid saponin (kapsisidin). Kapsisidin berkhasiat sebagai antibiotik.
v Apa yang membuat cabe terasa pedas?
Ada zat di dalam cabe bernama capsaicin yang menjadi biang rasa pedas. Zat ini sedemikian kuat hingga hanya dalam jumlah sedikit telah memberi efek yang kuat.
v Lalu bagaimana caranya hingga rasa pedas muncul?
Pada indera perasa kita terdapat beberapa lapisan molekul penerima rasa sakit (pain sensor) yang bereaksi terhadap molekul capsaicin. Selain oleh capsaicin, penerima rasa sakit ini juga diaktifkan oleh panas, asam, dan berbagai reaksi kimia lainnya. Begitu capsaicin bersentuhan dengan penerima rasa sakit, maka sistem perasa kita bereaksi dan mengakibatkan rasa "pedas". Selanjutnya tubuh bereaksi dengan meningkatkan metabolisme, sama seperti saat menghadapi serangan penyakit.
v Bagaimana menghilangkan rasa pedas?
Jangan menggunakan air, karena akan sia-sia. Molekul capsaicin sulit terlarut oleh air. Lebih baik menggunakan susu, karena susu dapat mengikat capsaicin - sehingga rasa pedas lebih cepat hilang, karena terikat pada susu yang mengalir ke lambung.
Capsaicin yang memberikan rasa pedas pada cabe juga memberi otak aliran endorphin. Saat merasa pedas, lidah mengirim sinyal sakit semu ke otak. Akibatnya, otak melepaskan penawar rasa sakit alamiah yang menenangkan atau endorphin sehingga menimbulkan perasaan senang.
Hasil penelitian menunjukkan dari 9 jenis bahan kimia yang diuji yang dapat menetralisir sifat reduktif cabe merah ada 5 jenis, yaitu Na-benzoat, Na2HPO4, KH2 PO4, NA2CO3 dan MgSO4.
Bahan kimia yang dapat menetralisir sifat reduktif cabe rawit ada 3 jenis, yaitu KH2PO4, Na-benzoat, dan Na2CO3.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Tanaman Cabai
a) Kingdom : Plantarum
b) Divisi : Spermatophyta
c) Sub Divisi : Angiospermae
d) Klas : Dicotyledoneae
e) Sub Klas : Sympetalae
f) Ordo : Tubiflorae (Solanales)
g) Famili : Sonalaceae
h) Genus : Capsicum
i) Spesies : Capsicum annum L.

Varietas cabai unggul yang digemari para petani adalah Hot Beauty (457), Hero (459), Long Chili (455), Ever Flavor (462), Passion (451), Amando, Red Beauty, Hot Chili, Wonder Hot, Arimbi, Hybrid TM-999, dan Hybrid TM-888.
Produktivitas cabai dari tahun ke tahun menurun. Tahun 2004, produktivitas cabai merah hanya 5.67 ton per hektar, padahal potensi produksi cabai merah mencapai 194, 6 ribu hektar. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas cabai Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit. Beberapa penyakit dominan menyerang cabai antara lain antraknosa, hawar Phytophthora (serangga), layu bakteri dan virus. Dari berbagai penyakit itu, antraknosa penyebab paling utama rendahnya produktivitas cabai di Indonesia.
Serangan antraknosa ini disebabkan cendawan genus Colletotrichum. Cendawan ini mempunyai enam spesies utama yaitu C. gloeosporiodes, C.acutatum, C.dematium, C.capsici dan C.acutatum. Colletotrichum gloeosporiodes dan C.acutatum mengakibatkan kerusakan buah dan kehilangan hasil paling besar. Lebih dari 90 persen antraknosa yang menginfeksi cabai diakibatkan Colletotrichum gloeosporiodes. Namun akhir-akhir ini, Colletotrichum acutatum menggantikan 'posisi' gloeosporiodes.
Gejala penyakit ini berupa bercak kecil pada buah cabai. Selama musim hujan bercak ini berkembang cepat. Bahkan pada lingkungan kondusif penyakit ini dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai.
Umumnya varietas cabai yang ada saat ini rentan terhadap penyakit antraknosa. Penyakit ini mampu menurunkan hasil cabai hingga 75 persen. Pengendalian sangat intensif menggunakan fungisida kontak dan fungisida sistemik pun belum optimal. Di daerah Brebes Jawa Tengah, antraknosa masih merugikan hingga 45 persen, Demak hingga 65 persen, sedangkan di Sumatera Barat mencapai 35 persen. "Oleh karena itu penggunaan varietas yang resisten merupakan cara paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa," kata Mahasiwa S3 Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhamad Syukur dalam disertasinya 'Analisis Genetik dan Studi Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L) terhadap Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum'.
Sebelum merakit varietas tahan penyakit antraknosa, Staf Pengajar Departemen Agronomi Hortikultura Fakultas Pertanian IPB ini memilah tetua donor tahan atraknosa dan mencari informasi genetik untuk menentukan metode seleksi yang tepat. Dalam penelitiannya yang dikerjakan mulai bulan Agustus 2005 hingga Mei 2007, Syukur menggunakan 14 genotip tanaman. Keempat belas genotip tersebut ialah C-1, C-2, C-3, C-4, C-5, C-7, C-8, C-9, C-15, C-18, C-19, C-28, C-47 dan C-49. Penelitian ini dilakukan 4 tahap percobaan, antara lain: identifikasi ketahanan, pewarisan ketahanan cabai, analisis silang dialel untuk pendugaan parameter genetik ketahanan cabai, dan interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotricum acutatum.
Hasil penelitian menunjukkan C-15 tahan antraknosa yang disebabkan C. Acutatum. "C-15 diduga mengandung senyawa biokimia tertentu yang tahan terhadap antraknosa. Sementara C-18 diduga mempunyai mekanisme ketahanan fisik terhadap penyakit antraknosa," jelas Syukur. Ketahanan ini dikendalikan oleh banyak gen resesif dengan aksi gen resesif bukan gen dominan.
Genotip C-15 mempunyai daya gabung umum yang baik sehingga sangat bagus digunakan sebagai tetua tahan dalam perakitan varietas tahan terhadap antraknosa. Syukur menyarankan perlu penelitian lanjut mengenai mekanisme ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan C. Acutatum. Ia juga menyarankan metode perakitan varietas tahan adalah metode persilangan ganda dengan pemisahan transgresif. Penelitian ini dibawah komisi pembimbing yang terdiri dari Dr.Ir.Sriani Sujiprihati, MS, Prof.Dr.Ir.Jajah Koswara dan Dr.Ir.Widodo, MS (ris/nUr)

2.2 Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Cabai
Seleksi galur-galur homozigot unggul pada uji daya hasil dilakukan dengan tujuan untuk memilih satu atau beberapa galur terbaik yang dapat dilepas sebagai kultivar unggul baru. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2005 di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang diulang sebanyak 3 kali, dengan faktor perlakuan tunggal yaitu 10 galur populasi F7 hasil persilangan cabai keriting Talang Semut X cabai besar Tit Super + 2 tetua (Talang Semut dan Tit Super). Tanah yang digunakan adalah ultisol dengan pH tanah (4,6), kadar lengas (10,07), dan Al-dd 1,50 me/100 g. Variabel yang diamati tinggi tanaman, umur berbunga, diameter pangkal batang, umur panen pertama, jumlah buah per tanaman, panjang buah, jumlah buah yang dipanen, diameter buah, bobot satu buah, bobot buah per petak, jumlah biji per buah dan ketebalan daging buah. Tingginya komponen pertumbuhan dan hasil seperti tinggi tanaman, diameter pangkal batang, umur berbunga, umur panen, jumlah buah, diameter buah, ketebalan daging buah, jumlah biji, bobot satu buah, dan bobot buah per petak mempengaruhi besarnya hasil pada galur-galur terpilih. Galur-galur yang mempunyai nilai rata-rata yang tinggi pada sebagian besar komponen pertumbuhan dan komponen hasil adalah galur 09L3, 10H2, 29L3, dan 35C2. Galur 35C2mempunyai hasil yang paling tinggi diantara galur-galur yang lain, yaitu 173,39 g/tanaman, mempunyai posisi bunga/buah tegak dengan percabangan kompak. Sedangkan galur 29L3 mempunyai nilai rata-rata bobot buah per petak yang paling tinggi diantara galur-galur yang lain, yaitu 3104,18 g/petak. Galur-galur rpilih adalah29L3 (164,21g/tanaman) dan 35C2 (173,39 g/tanaman), sedangkan galur 05E2 (131,52 g/tanaman), 09L3 (105,18 g/tanaman), 10H2 (141,96 g/tanaman), dan 24D2 (119,17 ga/tanaman)


2.3 Teknik budidaya tanaman cabai
2.3.1 Fase Pratanam
1. Pengolahan Lahan
· Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2
· Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
· Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2
· Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm
· Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt)
· Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk.
· Atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m.
· NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter.
· Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan.
· Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).
2. Benih
· Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural
CS-20, CB-30
· Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.

2.3.2 Fase Persemaian ( 0-30 Hari)
1. Persiapan Persemaian
· Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia.
· Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.
2. Penyemaian
· Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring
· Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS
· Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban
3. Pengamatan Hama & Penyakit
a. Penyakit
· Rebah semai (dumping off), gejalanya tanaman terkulai karena batang busuk , disebabkan oleh cendawan Phytium sp. & Rhizoctonia sp. Cara pengendalian: tanaman yg terserang dibuang bersama dengan tanah, mengatur kelembaban dengan mengurangi naungan dan penyiraman, jika serangan tinggi siram GLIO 1 sendok makan (± 10 gr) per 10 liter air.
· Embun bulu, ditandai adanya bercak klorosis dengan permukaan berbulu pada daun atau kotil yg disebabkan cendawan Peronospora parasitica. Cara mengatasi seperti penyakit rebah semai.
· Kelompok Virus, gejalanya pertumbuhan bibit terhambat dan warna daun mosaik atau pucat. Gejala timbul lebih jelas setelah tanaman berumur lebih dari 2 minggu. Cara mengatasi; bibit terserang dicabut dan dibakar, semprot vektor virus dengan BVR atau PESTONA.
b. H a m a
· Kutu Daun Persik (Aphid sp.), Perhatikan permukaan daun bagian bawah atau lipatanpucuk daun, biasanya kutu daun persik bersembunyi di bawah daun. Pijit dengan jari koloni kutu yg ditemukan, semprot dengan BVR atau PESTONA.
· Hama Thrip parvispinus, gejala serangan daun berkerut dan bercak klorosis karena cairan daun diisap, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Biasanya koloni berkeliaran di bawah daun. Pengamatan pada pagi atau sore hari karena hama akan keluar pada waktu teduh. Serangan parah semprot dengan BVR atau PESTONA untuk mengurangi penyebaran.
· Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus). Gejala serangan daun berwarna kuning kecoklatan menggulung terpuntir ke bagian bawah sepanjang tulang daun. Pucuk menebal dan berguguran sehingga tinggal batang dan cabang. Perhatikan daun muda, bila menggulung dan mengeras itu tandanya terserang tungau. Cara mengatasi seperti pada Aphis dan Thrip

2.3.3 Fase Tanam
1. Pemilihan Bibit
· Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus
· Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
· Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda.
· Plastik polibag dilepas
· Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.
3. Pengamatan Hama
· Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
· Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ),
Ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
· Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.

2.3.4 Fase Pengelolaan Tanaman (7-70 Hst)
1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.
Kebutuhan total pupuk makros 1000 m2 :
Jenis Pupuk 1 - 4 minggu (kg) 5 - 12 minggu
(kg)
Urea 7 56
SP-36 7 28
KCl 7 28


Catatan :
- Umur 1 - 4 mg 4 kali aplikasi (± 7 tong/ aplikasi)
- Umur 5-12 mg 8 kali aplikasi (± 14 tong/aplikasi)
3. Penyemprotan POC NASA ke tanaman dengan dosis 3-5 tutup / tangki pada umur 10, 20, kemudian pada umur 30, 40 dan 50 HST POC NASA + Hormonik dosis 1-2 tutup/tangki.
4. Perempelan, sisakan 2-3 cabang utama / produksi mulai umur 15 - 30 hr.
5. Pengamatan Hama dan Penyakit
· Spodoptera litura/ Ulat grayak Lihat depan.
· Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ), lihat fase persemaian.
· Penyakit Layu, disebabkan beberapa jamur antara lain Fusarium, Phytium dan Rhizoctonia. Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun. Tanaman layu dimusnahkan dan untuk mengurangi penyebaran, sebarkan GLIO
· Penyakit Bercak Daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah menjadi rusak karena terbakar sinar matahari. Pengamatan pada daun tua.
· Lalat Buah (Dacus dorsalis), Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah. Sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kumpulkan dan musnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah / ha
· Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. Serangan berat sebari dengan GLIO di bawah tanaman.

v FASE PANEN DAN PASCA PANEN
1. Pemanenan
· Panen pertama sekitar umur 60-75 hari
· Panen kedua dan seterusnya 2-3 hari dengan jumlah panen bisa mencapai 30-40 kali atau lebih tergantung ketinggian tempat dan cara budidayanya
· Setelah pemetikan ke-3 disemprot dengan POC NASA + Hormonik dan dipupuk dengan perbandingan seperti diatas, dosis 500 cc/ph

2. Cara panen :
· Buah dipanen tidak terlalu tua (kemasakan 80-90%)
· Pemanenan yang baik pagi hari setelah embun kering
· Penyortiran dilakukan sejak di lahan
· Simpan ditempat yang teduh
3. Pengamatan Hama & Penyakit
· Kumpulkan dan musnahkan buah yang busuk / rusak
persilangan
Galur murni cabai merah besar (MM) disilangkan dengan galur murni cabai keriting (mm), akan dihasilkan cabai merah (MM), cabai merah keriting (Mm), cabai keriting (mm) dengan perbandingan 1:2:1. Fungsi dari melakukan berbagai penyilangan berbagai galur murni ini untuk menghilangkan sifat – sifat jelek tanaman cabai. Caranya dengan membuat resesif gen yang menurunkan sifat negative dan memunculkan sifat – sifat baiknya (membuat dominan gen positif). Penyilangan ini bisa dilakukan pada dua galur murni atau beberapa galur murni. Selanjutnya, hasil silangan ini diuji daya hasilnya dan daya adaptasi di beberapa daerah atau lokasi. Tanaman yang menunjukkan penampilan berbeda dan menonjol dari tanaman yang telah ada sebelumnya merupakan tanaman yang siap dimunculkan di pasar.
Jika sifat – sifat baik hasil silangan dua atau beberapa galur murni ini hanya bisa bertahan satu kali, benihnya dinamakan hibrida. Jika benih keturunan tanaman hibrida ini ditanam kembali hasilnya akan kembali sama seperti induknya. Contohnya, cabe hibrida besar keriting (Mm) ditanam kembali, akan menghasilkan cabe besar (MM) dan cabai keriting (mm). sifat genetic cabai besar keriting (Mm) menjadi resesif dan tidak kelihatan lagi. Karenanya, cabai – cabai hibrida hanya bisa ditanam satukali hingga para petani harus terus membeli benih baru dari para pemulia benih. Sifat – sifat tanaman hibrida ini telah mengakibatkan tumbuhnya agribisnis industri benih, baik industri berskala kecil maupun perusahaan – perusahaan raksasa multinasional.
Hasil persilangan dua individu atau lebih galur murni ini bisa juga bersifat menetap untuk jangka waktu sementara. Hasil persilangan seperti ini disebut persarian terbuka atau open polineted (OP). cabai OP tetap bisa dibudidayakan lagi dengan sifat-sifat genetic positif yang masih tetap dominan sampai pada tingkat tertentu. Hasil persilangan dua atau beberapa galur murni disebut F0. Jika biji cabai F0 ini ditanam lagi, hasilnya akan tetap menurunkan sifat – sifat baik induknya dan disebut F1. Benih F1 ini bisa ditanam lagi dan tetap akan menghasilkan sifat-sifat baik induknya meskipun sifat-sifat genetinya yang dominant sudah mulai menurun. Cabai-cabai OP bisa tetap dibenihkan sampai generasi V (F5). Selanjutnya, sifat-sifat baik generasi tersebut cenderung akan terus menurun sehingga hilang sama sekali. Benih-benih OP memungkinkan para petani melakukan pmebenihan sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar