Selasa, 06 Januari 2009





Pertanian Organik, Ataukah Pertanian Berkelanjutan


Oleh : Novi Listiarini ( 0710453003)

Sumber : Dr. Ir. Yul Harry Bahar


Prof. Dr. F.G. Winarno mengilustrasikan dalam harian Kompas 15 Maret 2004, bahwa konsumen luar negeri, khususnya di negara maju, seperti Eropa, Jepang dan Amerika sangat tertarik akan pangan organik karena motivasi kesehatan, produknya lebih segar, rasanya enak, bagus teksturnya dan memiliki sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan tersendiri. Namun hambatan pemasaran pangan organik karena harganya yang tinggi, adanya persepsi masyarakat tentang pangan organik mempunyai penampakan kurang menarik dan tidak segar, bahkan bila ada pangan organik dengan penampilan menarik dan keadaan segar justru muncul kecurigaan akan keaslian pangan organik yang berlabel organik.
Lalu apa yang dicari dalam pertanian organik, dan produk pangan organik macam apa yang akan dipercaya konsumen. Di tengah masih banyak pertanyaan akan pangan organik, seperti pengaruhnya terhadap perbaikan kesehatan dan penyembuhan penyakit, korelasi positif antara metode pertanian yang diterapkan dengan peningkatan mutu gizi pangan yang dihasilkan, maka sebaiknya kita konsisten saja menerapkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development), atau pembangunan pertanian berkelanjutan, karena perhatian masyarakat tani akan pangan organik di Indonesia masih kecil, karena pangsa pasarnya relatif kecil (sekitar 3 persen saja), terbatas pada kalangan menengah ke atas di daerah perkotaan.




Dengan demikian pangsa pasarnya cenderung cepat jenuh, bila produksinya melebihi permintaan, maka harga akan turun drastis. Di negara maju sendiri produk pertanian organik hanya 3-4 persen dari pangsa pasar yang ada, dan terbatas pada konsumen tertentu, sehingga terlalu kecil bila dijadikan target pemasaran ekspor. Di negara kita, pertanian organik masih kesulitan dalam memasarkan produk untuk mendapatkan harga yang layak (meskipun dalam beberapa kasus cukup berhasil), umumnya produk pangan organik dihargai sama dengan produk pertanian biasa.
Agaknya terlalu riskan untuk mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak mampu memberikan jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan petani dengan korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani organik tersebut. Dewasa ini produksi pertanian Indonesia masih berorientasi pada pemenuhan pasar domestik, dimana belum ada perbedaan tegas dari selera konsumen maupun harga antara produk pertanian organik dan non organik. Kenyataan bahwa penerapan teknologi, jumlah unit usahatani dan jumlah produk organik masih terbatas, dan bila diterapkan secara luas aturan dan prosedurnya terlalu rumit bila diterapkan ditingkat petani, serta tingkat produktivitas rendah.


Mengapa Pertanian Berkelanjutan ?.
Pembangunan berkelanjutan saat ini sudah menjadi isu dan perhatian masyarakat dunia, bagitu juga halnya di bidang pertanian. Masalah pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul tahun 1987 dalam sidang WCED, pada waktu itu Mrs. G.H. Bruntland (Perdana Menteri Swedia) menyampaikan laporan dengan judul Our Common Future (hari depan kita bersama). Dalam laporan inilah disebutkan pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Di bidang pertanian diterapkan dengan pendektan pembangunan pertanian berkelanjutan atau berwawasan lingkungan, yang dalam penerapannya sudah termasuk aspek pertanian organik.


Masalah pembangunan berkelanjutan telah diterima sebagai agenda politik oleh semua negara di dunia (sebagaimana dikemukakan dalam Agenda 21, Rio de Jeneiro, 1992). Ditegaskan bahwa pembangunan ekonomi jangka panjang dapat dilakukan bila dikaitkan dengan masalah perlindungan lingkungan, dan masalah ini hanya akan didapat bila terbangun kemitraan yang baik dengan mengikutsertakan pemerintah, masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Disaming itu perlu keseimbangan dalam menangani atau melaksanakan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan.


Kelimpahan keanekaragaman yang dimiliki dapat dikembangkan sebagai kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan berkelanjutan. Masyarakat global telah diberkati dengan berbagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah penting untuk menjamin keberlanjutan dan ketersediaan sumberdaya alam tersebut.
Penerapan pertanian organik merupakan salah satu dari pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan, karena itu pengembangan pertanian organik tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan bukan berarti penggunaan bahan kimiawi pertanian (agrochemical) tidak diperbolehkan sama sekali, namun sampai batas tertentu masih dimungkinkan. Hal ini juga dipakai dalam penerapan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) selama ini. Masalah pembangunan pertanian berkelanjutan telah diintegrasikan dalam program pembangunan pertanian yang diterapkan dewasa ini. Dalam Grand Strategi Pembangunan Pertanian disebutkan bahwa pembangunan pertanian hasus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memadukan antara aspek organisasi, kelembagaan, ekonomi, teknologi dan ekologis. Pembangunan agribisnis dilakukan dengan memberdayakan dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya hayati, pengembangan produksi dengan tetap menjaga pelestarian dan konservasi sumberdaya alam (hutan, tanah dan air), menumbuh kembangkan kelembagaan lokal dan melegalkan hal ulayat masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kegiatan pertanian (communal resources management), serta dengan meningkatkan nilai tambah dan manfaat hasil pertanian.

Prinsip Pembangunanan Pertanian Berkelanjutan



Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik diartikan sebagai praktek pertanian secara alami tanpa upupk buatan dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerpkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan agribisnis hortikultura berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas hasrus yang menbguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah;


Pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam.
Proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat.
Penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah)
Produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.


Peranan masyarakat lokal sangat penting dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan, karena itu kearifan lokal yang telah dimiliki oleh nenek dan kakek moyang kita dalam melakukan kegiatan usahatani perlu dipelajari dan diterapkan kembali. Disamping itu Kelembagaan masyarakat yang telah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat merupakan potensi besar untuk dikembangkan menjadi lembaga agribisnis, karena pimpinan/tokoh dari lembaga ini telah terbiasa dan mengerti tentang keadaan sumbedaya di daerah tersebut dan beradaptasi dengan kondisi setempat, serta mampu mengelola secara baik dan mandiri (Communal Resources Management).
Perlu upaya khusus dalam merubah paradigma berfikir petani dari pendekatan pertanian untuk meningkatkan produksi menajadi pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis (usaha dan keungungan), serta pertanian berkelanjutan (sustainable development). Memperhatikan kelestarian sumberaya alam dan menjaga keanekaragaman flora dan fauna, sehingga siklus-siklus ekologis dapar berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Senin, 05 Januari 2009

PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI, DAN PUPUK KIMIA

Oleh : Niken A. ( 0710450005) dan Dinar Tri P. ( 0710450013)

Sumber : Isroi WordPress.com Weblog

Banyak orang yang sering salah presepsi dalam menggunakan pupuk kimia, pupuk hayati dan pupuk organik. Pupuk organik dan pupuk hayati seringkali disamakan dengan pupuk kimia. Padahal pupuk-pupuk ini sebenarnya berbeda sama sekali.
Pupuk Kimia

Seperti namanya pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan komoditasnya.
Pupuk Organik


Kompos, pupuk organik yang murah dan mudah dibuat.

Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah pupuk kandang, kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa orang juga mengkelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu (yang kaya K) ke dalam golongan pupuk organik. Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan. Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan lain-lain.

Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain. Namun, kandungan hara tersebut rendah. Berdasarkan pengalaman saya, tidak ada pupuk organik yang memiliki kandungan hara tinggi atau menyamai pupuk kimia.

Orang sering kali menghitung kebutuhan pupuk organik berdasarkan kandungan haranya saja. Kandungan hara pupuk organik disetarakan dengan kandungan hara dari pupuk kimia yang biasa digunakan. Akibatnya kebutuhan pupuk organik jadi berlipat-lipat dibandingkan dengan dosis pupuk kimia. Sebagai contoh kompos dengan kandungan sebagai berikut: 2.79 % N, 0.52 % P2O5, 2.29 % K2O. Maka dalam 1000 kg (1 ton) kompos akan setara dengan 62 kg Urea, 14.44 kg SP 36, dan 38.17 kg MOP. Cara menghitungnya sebagai berikut:

Hara N =
(%N Kompos x 1000 kg)/%N Urea = (2.79% x 1000 kg)/45% = 62 kg

Hara P=
(%P2O5 kompos x 1000 kg)/%P2O5 SP-36 = (0.52% x 1000 kg)/36% = 14.44 kg

Hara K=
(%K2O kompos x 1000 kg)/%K2O MPO = (2.29% x 1000 kg)/60% = 38.17 kg

Misalkan padi biasanya diberi pupuk kimia dengan dosis 200 kg Urea,100 kg SP-36, dan 150kg MOP/KCl. Agar haranya sama maka kompos yang diperlukan kurang lebih sebanyak 7 ton. Dosis yang besar ini akan berimplikasi langsung terhadap biaya pemupukan. Jika dihitung biaya pemupukan dengan pupuk organik/kompos jauh lebih besar daripada biaya pemupukan dengan pupuk kimia. Belum lagi biaya untuk aplikasi kompos tersebut. Perbandingan biayanya sebagai berikut:

Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa pupuk organik/kompos tidak bisa dihitung berdasarkan unsur haranya saja. Kalau Anda tidak percaya Anda bisa melakukan percobaan sederhana untuk membandingkan kedua pupuk ini. Ambil tanah, sebaiknya gunakan tanah-tanah marjinal. Masukkan ke dalam dua polybag yang ukuran dan isinya sama. Satu polybag diberi kompos dengan dosis 0.5 รข€“ 1 kg. Polybag yang lain diberi pupuk kima beberapa sendok. Ya… kira-kira kandungan haranya sebanding. Trus tanam sembarang tanaman, bisa biji cabe, tomat, cay sim, mentimum, atau tanaman-tanaman lainnya. Letakkan di tempat yang sama. Beri perlakuan penyiraman, penyiangan, dan perlakuan lainnya yang sama. Tunggu beberapa lama hingga tanaman tumbuh besar dan menghasilkan. Coba bandingkan, tanaman mana yang lebih bagus hasilnya?

Cara sederhana menguji pupuk kimia, pupuk organik, dan pupuk hayati. (A) kontrol, tanpa pemupukan sama sekali. Tanaman terlihat sangat merana. (B) Diberi pupuk kimia, tanaman tetap merana meskipun tumbuh lebih baik. (C) Diberi kompos/pupuk organik. Hasilnya jauh lebih baik. (D) Diberi pupuk organik/kompos dan biofertilizer. Tumbuhnya paling baik.


Orang sering lupa bahwa selain kandungan hara, pupuk organik juga mengandung senyawa-senyawa organik lain. Meskipun kandungan haranya rendah tetapi kandungan senyawa-senyawa organik di dalam kompos ini memiliki peranan yang lebih penting dari pada peranan hara saja. Misalnya, asam humik dan asam fulvat. Kedua asam ini memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Kompos diketahui dapat meningkatkan nilai KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara. Tanah yang diberi kompos juga menjadi lebih gembur dan aerasi tanah menjadi lebih baik. Tanah yang diberi kompos lebih banyak menyimpan air dan tidak mudah kering. Jika diamati lebih jauh, aktivitas mikroba pada tanah yang diberi kompos akan lebih tinggi daripada tanah yang tidak diberi kompos. Mikroba-mikroba ini memiliki peranan dalam penyerapan unsur hara oleh tanaman. Singkat cerita, kompos dapat memperbaiki sifat kimia, sifat fisik, dan sifat biologi tanah.

Lalu bagaimana menghitung kebutuhan pupuk organik/kompos?

Sampai saat saya belum menemukan rumus, baik dari pengalaman saya sendiri atau dari literatur orang lain, untuk menghitung kebutuhan pupuk organik/kompos ini. Kandungan pupuk organik sangat beragam. Karakteristiknya pun bermacam-macam. Sama-sama pupuk kandang, pupuk kandang di P Jawa bisa saja sangat berbeda dengan pupuk kandang di P Sulawesi. Belum lagi hubungannya dengan jenis tanah, iklim, kondisi lingkungan, cara budidaya dan komoditas tanaman yang berbeda-beda. Umumnya dosis pupuk organik/kompos ditentukan secara empirik. Ini adalah hasil penelitian dan ujicoba. Mungkin juga pengalaman lapang petani selama bertahun-tahun.


Contoh pupuk organik berbentuk granul yang ada dipasaran.

Dalam kondisi tertentu, pupuk organik/kompos dapat diberikan tanpa menambahkan pupuk kimia sama sekali. Cara ini dipraktekkan dalam budidaya pertanian organik. Yang lebih sering dilakukan adalah mengkombinasikan antara pupuk organik dengan pupuk kimia. Sebagian kebutuhan hara tanaman disubstitusi antara pupuk kimia dan pupuk organik. Caranya dengan menghitung berapa kombinasi yang paling ekonomis, baik dilihat dari sisi biaya maupun hasilnya. Patokan yang sering dipakai adalah 50% dosis pupuk kimia diganti dengan sejumlah pupuk organik. Dosisnya bisa 1 - 2 kg atau bahkan hingga 30 kg/pokok.

Untuk mendapatkan dosis yang paling tepat dilakukan dengan ujicoba di rumah kaca dan di lapang dalam skala yang cukup luas.
Pupuk Hayati


Contoh biofertilizer import dalam bentuk cair.
Link terkait: Penjelasan tambahan tentang mikroba untuk memperkaya kompos

Nama keren pupuk hayati adalah biofertilizer. Ada yang juga menyebutnya pupuk bio. Apapun namanya pupuk hayati bisa diartikan sebagai pupuk yang hidup. Sebenarnya nama pupuk kurang cocok, karena pupuk hayati tidak mengandung hara. Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K. Kandungan pupuk hayati adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara (terutama P dan K), mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman.

Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp.

Mikroba pelarut P dilaporkan oleh orang Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun 1950-an Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok kapang/fungi seperti Penicillium sp dan Aspergillus sp, atau dari kelompok bakteri seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp.


Bakteri Pelarut Fosfat


Jamur/cendawan Pelarut Fosfat

Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang ada di luar. Endomikoriza atau VAM umumnya adalah fungi tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah jamur tingkat tinggi. Mikroriza memiliki peranan yang cukup komplek. Dia tidak hanya berperan membantu penyerapan hara P, tetapi juga melindungi tanaman dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi tanaman.


Mikoriza

Mikroba yang juga sering digunakan sebagai biofertilizer adalah mikroba perangsang pertumbuhan tanaman. Mikroba dari kelompok bakteri sering disebut dengan Plant Growt Promoting Rhizobacteria (PGPR), namun sekarang juga diketahui bahwa ada juga fungi yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Bakteri yang diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman antara lain adalah Pseudomonas sp, Azosprillium sp, Sedangkan fungi yang sudah diketahui adalah Trichoderma sp.


Pseudomonas sp, salah satu bakteri PGPR yang menghasilkan hormon.

Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.

Saat ini dipasaran banyak beredar pupuk hayati. Sebagian mengklaim memiliki kandungan mikroba yang banyak dan lengkap dengan kemampuan luar biasa. Secara pribadi saya tidak percaya dengan biofertilizer yang memiliki banyak mikroba dan efektif di semua tempat, semua komoditas, dan semua kondisi.

Salah satu kelembahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat, belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum sempit.
Trend Saat Ini

Pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk kimia adalah jenis pupuk yang tegas perbedaanya. Namun saat ini ada kecenderungan untuk mengkombinasikan jenis-jenis pupuk tersebut. Misalnya ada produk pupuk yang menyebut dirinya pupuk NPK organik. Pupuk ini merupakan pupuk kimia yang dikombinasikan dengan pupuk organik. Ada juga yang menyebut sebagai pupuk bioorganik. Maksudnya adalah kombinasi antara pupuk organik dengan pupuk bio (hayati). Namun masih sedikit atau bahkan tidak ada yang mengkombinasikan pupuk NPK dengan pupuk hayati. Karena umumnya mikroba tidak tahan jika disatukan dengan pupuk kimia dalam konsentrasi tinggi.

Begitu banyak sekali produk-produk pupuk dipasaran. Terserah Anda akan memilih yang mana. Kami sarankan Anda memilik pupuk hayati atau pupuk organik jika memungkinkan. Karena kedua pupuk ini sejauh ini lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Kompos Jerami VCD Pengomposan Jerami PROMI
Artikel ini merupakan salah satu artikel paling sering diakses. Namun, sayangnya ada beberapa oknum yang menjiplak mentah-mentah artikel ini tanpa permisi, tanpa ijin, dan tanpa mencantumkan sumbernya. Lebih menyakitkan lagi, digunakan untuk tujuan komersial. Sangat memalukan dan sangat tidak etis.
Saya membolehkan setiap orang untuk memanfaatkan tulisan ini, memodifikasinya, menyebarluaskannya, dan memperbaikinya. Tetapi dengan beberapa syarat: (1) bukan untuk tujuan komersial, (2) tetap mencantumkan credit dan sumbernya, (3) mencantumkan alamat url/link artikel tersebut.


Budidaya Tanaman Jagung Hibrida


oleh : Sindy Silviana S ( 0710450019)



BAB I
PENDAHULUAN


Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk sulit dipenuhi dengan hanya mengandalkan produksi padi, mengingat terbatasnya sumber daya terutama lahan dan irigasi. Jagung merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Disamping itu, jagung juga merupakan bahan pakan, bahan ekspor nonmigas dan bahan baku industri .Varietas jagung hibrida telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas. Secara umum, varietas hibrida lebih seragam dan mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dari varietas bersari bebas .Selain itu, varietas hibrida menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas bersari bebas . Jagung hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni dan memiliki perbedaan keragaman antar varietas, tergantung dari tipe hibridisasi dan stabilitas galur murni . Komersialisasi jagung hibrida sudah dimulai sejak tahun 1930, namun penanaman jagung hibrida secara luas (ekstensif) di Asia baru dimulai pada tahun 1950-1960. Di sebagian besar negara berkembang, 61% dari lahan pertananaman jagung masih ditanami varietas bersari bebas. Hal ini dimungkinkan karena varietas bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marginal.
Meskipun demikian, varietas jagung hibrida telah memberikan hasil yang memuaskan di sebagian negara-negara berkembang, terutama di negara-negara yang sudah memiliki industri benih swasta. Varietas hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan varietas bersari bebas, diantaranya mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dan memiliki karakteristik baru yang diinginkan seperti ketahanan terhadap penyakit. Selain itu, penampilan varietas hibrida lebih seragam , dimana varietas bersari bebas pada umumnya memiliki keragaman yang tinggi pada karakteristik tongkol dan biji.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Gambaran Umum Jagung Hibrida
1. Klasifikasi Jagung Hibrida
Dalam Rukmana (1997), kasifikasi tanaman jagung adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.


2. Morfologi Tanaman Jagung
1. Akar
Warisno (1998) menyatakan bahwa tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Akar yang terbentuk pada awal perkembangannya bersifat sementara yang berfungsi untuk memperkuat tegaknya tanaman, namun antara 6-10 hari akar yang sebenarnya mulai tumbuh dan bersifat permanen.
2. Batang
Batang jagung memiliki ruas yang pendek dan jumlahnya berkisar antara 18-20 ruas yang tergantung pada varietas dan umur tanaman. Pada umumnya nodia (buku) tanaman jagung jumlahnya 8-48 dengan tinggi yang bervariasi tergantung jenis tanaman dan kesuburan tanah. Menurut Warisno (1998) khusus untuk jagung hibrida tinggi tanaman berkisar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
3. Daun
Berbentuk garis atau pita dengan ibu tulang daun berada ditengah-tengah dan sejajar dengan ibu daun. Jumlah helai daun antara 8-48 pada tiap tanaman dengan panjang 30-45 cm dan lebar 5-15 cm. Menurut Warisno (1998) mengatakan bahwa daun jagung akan membuka seirama dengan proses pemanjangan batang.
4. Bunga
Menurut Warisno (1998) tanaman jagung mempunyai bunga jantan dan bunga betina dalam satu tanaman. Bunga jantan terdapat pada malai bunga (ujung), sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol yang selalu terbungkus oleh kelopak bunga yang jumlahnya 6-14 helai.
5. Buah (biji)
Terletak pada tongkol yang tersusun memanjang dengan berbagai macam bentuk. Perkembangan biji dipengaruhi oleh jenis varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan dalam tanah, dan faktor lingkungan. Biji yang paling tua terdapat pada pangkal tongkol dan sebaliknya, biji paling muda terdapat pada ujung tongkol. Menurut Warisno (1998) menjelaskan bahwa biji yang digunakan sebagai benih biasanya hanya biji yang terdapat pada bagian tengah (60%), sedangkan bagian tepi lebih banyak dikonsumsi.
Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas.
Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.

2.2 Syarat Tumbuh
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di daerah rendah, baik di tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebagian terdapat juga di daerah pegunungan pada ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut.
1. Iklim
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (130m dpl) dan di Indonesia tanaman jagung tumbuh optimum di daerah hingga ketinggian 750m dpl (Rukmana, 1997). Menurut Warisno (1998) menyebutkan bahwa suhu atau temperatur yang dikehendaki tanaman jagung 21-30 derajat Celcius dan khusus untuk jagung hibrida berkisar 23-27 derajat Celcius. Selain itu, tanaman jagung membutuhkan banyak sinar matahari untuk dapat menghasilkan produksi yang maksimal sehingga tanaman jagung lebih baik ditanam di daerah terbuka dari pada di daerah terlindungi. Rukmana (1997) mengatakan bahwa curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung berkisar 100-200 mm per bulan dan curah hujan optimum berkisar 100-125 mm per bulan dengan distribusi yang merata.
2. Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah yang gembur dan subur karena tanaman jagung memerlukan aerase dan draenase yang baik, sekalipun jagung dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berdebu. Keasaman tanah (pH) yang baik adalah 5,5-7. Menurut Warisno (1998), pH <> 7 (alkalis), unsur P terikat oleh Ca sehingga tidak terlarut dalam air dan berakibat sulit diserap akar tanaman.

2.3 Budidaya
2.3.1 Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50 600 m dpl.
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ): pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) : penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Panen <>E. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
4. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
(Anonymous, 2008)

2.3.2 Pembuatan Jagung Hibrida
Dalam Martodireso (2002; 58) untuk mengasilkan varietas unggul diperlukan pemilihan benih penjenis jagung yang unggul. Perlu adanya pertimbangan kemurnian jagung baik fisik maupun genetiknya. Karena sebenarnya dalam pemuliaan/ produksi benih ada empat macam benih yang penting diperhatikan yaitu breeder seed, foundation seed, registered/ parent seed dan commercial seed.
Jagung hibrida merupakan turunan F1 dari persilangan antara galur-galur dengan varietas bersari bebas atau antara dua varietas bersari bebas. Menurut Warisno (1998) menyebutkan bahwa jagung hibrida dapat diperoleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa dikenal dengan hibridisasi yaitu menyerbuki bunga-bunga yang telah dikebiri dengan tepung sari dari tanaman yang dikehendaki. Menurut Rukmana (1997) menyatakan bahwa jagung hibrida keturunan pertama (F1) dari persilangan antara galur-galur, antara galur single cross dengan varietas bersari bebas atau antar dua varietas bersari bebas.
Untuk mendapatkan galur unggul dapat dilakukan melalui seleksi yang dimulai dengan inventarisasi varietas atau spesies tanaman jagung. Menurut Warisno (1998), semakin luas tingkat koleksi sifat maka akan semakin tinggi sifat yang dikehendaki. Jagung hibrida juga dapat dihasilkan dari hasil persilangan single cross dengan varietas hibrida yang telah stabil sifatnya dan dikenal dengan hibrida double cross. Hasil panenan jagung hibrida tidak dapat lagi digunakan sebagai benih karena sudah tidak murni lagi. Segresi pada turunan berikutnya (F2) merupakan penyebab menurunnya mutu genetis dan akan menghasilkan produksi yang rendah.

2.4 Pemeliharaan Jagung
A. Teknik Pemeliharaan
Waktu
Dosis Pupuk Makro (per ha)
Dosis POCNASA
Urea (kg)
TSP (kg)
KCl (kg)
Perendaman benih
-

-
-
2 - 4 cc/ lt air
Pupuk dasar
120
80
25
20 - 40 tutup/tangki( siram merata )

2 minggu
-
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram)

Susulan I (3 minggu)
115

-
55
-
4 minggu
-
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram )

Susulan II (6minggu)
115
-
-
4 - 8 tutup/tangki( semprot/siram )

Catatan : akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk). Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan.

2.5 Hama dan Penyakit
1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA
b. Ulat Pemotong
Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3)Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIOb. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO

c. Penyakit karat (Rust)
Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.


d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .

e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

2.6 Panen dan Pasca Panen
2.6.1 PANEN
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati.
a. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
· Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
· Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
· Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
b. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
c. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan ± 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.
d. Prakiraan Produksi
Produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru memberikan hasil 17 ton/ha.

2.6.2 PASCA PANEN
Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
a. Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai bahan makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas.
b. Pengeringan
Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan.
c. Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan.
d. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran udara.Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.

2.7 Persilangan untuk menghasilkan Hibrida.

Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley, 1988). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda.

1. Hibrida Silang Tunggal (Single Cross Hybrids)
Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur-galur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Oleh karena itu, tanaman hibrida silang tunggal bersifat heterozigot pada semua lokus dimana kedua galur murni berbeda. Silang tunggal yang superior mendapatkan kembali vigor dan produktivitas yang hilang saat penyerbukan sendiri dan akan lebih vigor dan produktif dibandingkan dengan tetuanya. Tidak semua kombianasi galur murni akan menghasilkan silang tunggal yang superior. Pada kenyataannya, agak jarang kombinasi galur murni yang menghasilkan silang tunggal dengan hasil yang superior. Kombinasi galur murni harus diuji daya gabungnya untuk menemukan kombinasi mana yang akan berguna untuk produksi benih hibrida. Disamping memiliki hasil yang tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibandingkan dengan hibrida silang tiga dan silang ganda (Singh, 1987). Namun demikian, bahwa hibrida silang tunggal memiliki stabilitas penampilan yang lebih rendah dibandingkan dengan hibrida silang ganda (Sprague dan Dudley, 1988).

2. Hibrida Silang Tunggal yang Dimodifikasi (Modified Single Cross Hybrid)
Hibrida silang tunggal yang dimodifikasi adalah hibrida dari sebuah silang tiga yang menggunakan progeni dari dua galur murni yang berhubungan sebagai tetua betina dan satu galur murni yang tidak berhubungan sebagai tetua jantan. Dua galur murni yang berhubungan (A_dan A__) mempunyai kemiripan genetic mengenai tipe tanaman sehingga terdapat segregasi minimal untuk karakteristik tanaman yang dikenali pada progreni hibrida (A_A__). Karena progeni tersebut menghasilkan benih lebih banyak dibandingkan galur A_ atau A__, maka progeny tersebut digunakan sebagai tetua betina pada silang tunggal yang dimodifikasi. Galur murni yang tidak berhubungan digunakan sebagai tetua jantan. Penampilan silang tunggal yang dimodifikasi pada lahan petani memiliki kemiripan dengan silang tunggal.

3. Hibrida Silang Tiga (Three-Way Cross Hybrid)
Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbeda dengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungan sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Langkah-langkah produksi silang tiga sama dengan silang tunggal yang dimodifikasi. Hibrida silang tiga yang dihasilkan dari galur murni A, B, dan C dapat ditulis sebagai (A x B) x C.

4. Hibrida Silang Ganda (Double Cross Hybrid)
Hibrida silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal. Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal, kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang ganda. Benih silang ganda dihasilkan dari tanaman silang tunggal yang telah diserbuki oleh silang tunggal kedua. Hibrida silang ganda yang dihasilkan dari galur murni A, B, C, dan D dapat ditulis sebagai (A x B) x (C x D).

5. Hibrida Lainnya
Dua kombinasi persilangan yang lain adalah top cross dan multiple cross. Top cross adalah progeni hibrida yang dihasilkan melalui penyerbukan suatu galur murni dengan suatu populasi yang menghasilkan pollen yang tercampur secara genetik. Top cross pada awalnya dihasilkan melalui penyerbukan satu galur murni dengan varietas menyerbuk terbuka, dan kadang-kadang disebut persilangan galur murni - varietas (inbred-variety cross). Saat ini, silang tunggal lebih umum digunakan sebagai tetua jantan dalam top cross. Multiple cross dapat merupakan hasil dari kombinasi persilangan yang menggunakan lebih dari empat galur murni (Poehlman, 1983).

Daya Gabung Galur Murni

Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya .(Hallauer dan Miranda, 1988).
Daya gabung umum merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus menunjukkan penampilan galur murni dalam suatu kombinasi hibrida dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Sprague dan Tatum, 1942). Daya gabung umum mengukur penampilan hibrida dari suatu genotipe (galur murni) dibandingkan dengan sampel acak atau genotipe yang banyak, sedangkan daya gabung khusus mengukur penampilan hibrida dari suatu genotipe (galur murni) dibandingkan dengan genotipe (galur murni) lainnya (Stoskopf et al., 1993). Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum, 1942). Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross, yakni evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah galur murni (Stoskopf et al., 1993). Evaluasi hibrida silang tunggal dilakukan dengan menggunakan hibrida komersial standar pada 4-6 lokasi atau lebih, dalam periode 2 tahun atau lebih (Griffing dalam Singh, 1987). Data hasil pengujian tersebut dapat menjadi dasar untuk memperkirakan hasil hibrida silang ganda dan silang tiga (Jenkins dalam Singh, 1987).

Penggunaan Mandul Jantan dalam Produksi Benih Hibrida Mandul Jantan Sitoplasmik (cms)
Prosedur penggunaan sistem mandul jantan sitoplasmik dan pemulih kesuburan dalam produksi benih hibrida akan berbeda sesuai dengan tipe persilangan yang dilakukan. Untuk menyederhanakan, pada model-model berikut diasumsikan galur murni yang digunakan dalam pembentukan hibrida memiliki sitoplasma steril (cms) atau normal (n), dengan pemulih kesuburan oleh gen dominan Rf, yang memberikan pemulihan sempurna pada tanaman jagung cms.
Pemeliharaan Galur Murni A-cms
A-cms x A-n
rfrf rfrf
mandul jantan fertil jantan
A-cms
rfrf
mandul jantan
Galur murni mandul jantan, A-cms, dipelihara melalui penyerbukan dari
galur murni A yang memiliki sitoplasma normal. Tidak ada galur murni yang
memiliki gen pemulih dominan. Progeni akan mandul jantan karena sitoplasma
diwariskan oleh tetua betina.
Silang Tunggal, AxB
A-cms x B-n (atau cms)
rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan
AB-cms
Rfrf
fertil jantan
Galur murni yang menghasilkan benih, A-cms, bersifat mandul jantan. Galur murni yang menghasilkan pollen, B, dapat memiliki sitoplasma normal atau cms dan memiliki gen pemulih kesuburan (Rf). Silang tunggal, AB-cms, akan memiliki gen pemulih kesuburan yang heterozigot dan akan menghasilkan pollen normal.
Silang Tunggal yang Dimodifikasi atau Silang Tiga
A_-cms x A__-n
rfrf rfrf
mandul jantan fertil jantan
A_A__-cms x B-n (atau cms)
rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan
A_A__B-cms
Rfrf
fertil jantan
Galur murni A_cms bersifat mandul jantan. Inbred A__ akan memiliki sitoplasma normal dan gen-gen yang tidak memulihkan. Silang tunggal A_A_ akan bersifat mandul jantan. Galur murni B dapat memiliki sitoplasma normal atau steril dan gen-gen pemulih dominan. Silang tunggal yang dimodifikasi, A_A__B, akan memiliki sitoplasma steril tetapi akan bersifat fertil jantan. Silang tiga dibuat dengan metode yang identik, kecuali galur murni B menggantikan A__ dan galur murni C menggantikan B pada diagram di atas.

Silang Ganda, (A x B) x (C x D)
A-cms x B-n C-n x D-n (atau cms)
rfrf rfrf rfrf RfRf
mandul jantan fertil jantan fertil jantan fertil jantan
AB-cms x CD-n (atau cms)
rfrf Rfrf
mandul jantan fertil jantan
ABCD-cms
50% Rfrf (fertil jantan)
50% rfrf (mandul jantan)
Hanya 50% tanaman silang ganda ABCD yang ditanam oleh petani akan bersifat fertil jantan, tetapi kondisi ini diperkirakan dapat menyediakan cukup pollen untuk pembuahan. Beberapa alternatif lain juga tersedia. Galur murni C atau D, atau keduanya, dapat membawa gen-gen pemulih kesuburan. Jika keduanya membawa gen-gen pemulih kesuburan, hibrida silang ganda akan 100% fertil jantan. Selain itu, galur murni C atau D, atau keduanya, boleh memiliki sitoplasma steril jika memiliki gen-gen pemulih kesuburan (Poehlman, 1983).

Mandul Jantan Genetik
Mandul jantan genetik pada jagung telah banyak dilaporkan. Percobaan untuk menggunakan mandul jantan genetik dalam produksi benih hibrida dihalangi oleh ketidakmampuan memelihara galur mandul jantan yang dapat digunakan sebagai tetua betina. Satu sistem yang telah digunakan didasarkan pada penggunaan kromosom yang dimodifikasi, yang dikenal sebagai duplicatedeficient, yang tidak diwariskan melalui pollen, untuk membuat stok msms murni. Sistem ini telah dipatenkan. Penggunaan sistem ini dalam produksi benih hibrida komersial memerlukan evaluasi tambahan (Poehlman, 1983).














BAB III
PENUTUP

Jagung merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Salah satu varietas jagung yang sudah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas adalah jagung hibrida. Jagung Hibrida tergolong dalam kelas Monocotyledonae dan famili Poaceae.
Syarat tumbuh jagung Hibrida adalah Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam. Selain itu juga harus memperhatikan iklimnya. Tanah yang dikehendaki adalah yang gembur dan subur karena tanaman jagung memerlukan aerase dan draenase yang baik, sekalipun jagung dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berdebu.
Untuk Budidaya , dipersipakan untuk pola tanaman , lubang tanam dan cara tanam , pengairan dan penyiraman. Pembuatan Jagung Hibrida, untuk mengasilkan varietas unggul diperlukan pemilihan benih penjenis jagung yang unggul. Untuk mendapatkan galur unggul dapat dilakukan melalui seleksi yang dimulai dengan inventarisasi varietas atau spesies tanaman jagung. Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Jagung Hibrida juga rentan terhadap hama dan penyakit , salah satunya adalah lalat bibit dan ulat pemotong. Sedangkan penyakit yang sering timbul adalah penyakit bulai , penyakit bercak daun dan penyakit karat. Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati. Kemudian Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. BUDIDAYA JAGUNG. Available at http :// http://www.google.com/. Verivied at December, 7th 2008.

Anonymous. 2008. JAGUNG. Available at http://www.distan.kalbar.go.id/. Verivied at December, 15th 2008.

Anonymous. 2008. KAJIAN TENTANG RISALAH PENELITIAN JAGUNG DAN SEREALIA LAIN. Available at http:// http://www.pustaka-deptan.go.id/. Verivied at December, 15th 2008.

Martodireso, Sudadi. 2002 Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama. Kanisius : Jogja

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius : Jogja.

Hallauer, A. R. and J. B. Miranda. 1988. Quantitative Genetics in Maize Breeding. Second edition. Iowa State University Press. Iowa. Asian Seed. 2 : 3-4.

Sprague, G. F. and L. A. Tatum. 1942. General vs Specific Combining Ability in Single Cross of Corn. J. Am. Soc. Agron. 32:923-32.

Sprague, G. F. and J.W. Dudley. 1988. Corn and Corn Improvement. Third edition. Crop. Sci. Soc. Am., Inc., Soil Sci. Soc. Am., Inc. Wisconsin. 968p.

Stoskopf, N. C., D. T. Tomes, and B. R. Christie. 1993. Plant Breeding : Theory and Practice. Westview Press. Colorado. 531p.




Budidaya tanaman cabe
oleh : Devi Ayu Ferlinda (0710453001)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Bagi seni masakan Padang, cabai bahkan dianggap sebagai "bahan makanan pokok" kesepuluh (alih-alih sembilan). Sangat sulit bagi masakan Padang dibuat tanpa cabai.
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Tanaman cabe cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal sekitar 5 - 6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Untuk memperoleh harga cabe yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabe yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabe (300-500 gr biji).

1.2 Manfaat Tanaman
Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang berhubungan dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain seperti untuk bahan ramuan obat tradisional. Konon buah cabai dapat bermanfaat untuk membantu kerja pencernaan dalam tubuh manusia. Buah cabai pun berperan bagi pecinta burung ocehan dan burung hias. Bubuk cabai dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri makanan dan minuman untuk menggantikan fungsi lada dan sekaligus untuk memancing selera makan konsumen. Ekstraksi bubuk cabai ini pun sering dipakai dalam minuman ginger beer. Selain mengandung capsaicin, cabai pun mengandung semacam minyak asiri, yaitu capsicol. Minyak asiri ini dapat dimanfaatkan untuk menggantikan fungsi minyak kayu putih. Konon minyak ini dapat mengurangi rasa pegal, rematik, sesak napas dan gatal-gatal. Selain kegunaan tersebut, bubuk cabai pun dapat dijadikan sebagai bahan obat penenang. Bahkan kandungan bioflavonoids yang ada di dalamnya, selain dapat menyembuhkan radang akibat udara dingin, juga dapat menyembuhkan polio.

1.3 Kandungan Kimia
Buahnya mengandung kapsaisin, karotenoid, alkaloid asiri, resin, minyak menguap, vitamin A dan C. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk melancarkan aliran darah serta pemati rasa kulit.
Biji mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine dan steroid saponin (kapsisidin). Kapsisidin berkhasiat sebagai antibiotik.
v Apa yang membuat cabe terasa pedas?
Ada zat di dalam cabe bernama capsaicin yang menjadi biang rasa pedas. Zat ini sedemikian kuat hingga hanya dalam jumlah sedikit telah memberi efek yang kuat.
v Lalu bagaimana caranya hingga rasa pedas muncul?
Pada indera perasa kita terdapat beberapa lapisan molekul penerima rasa sakit (pain sensor) yang bereaksi terhadap molekul capsaicin. Selain oleh capsaicin, penerima rasa sakit ini juga diaktifkan oleh panas, asam, dan berbagai reaksi kimia lainnya. Begitu capsaicin bersentuhan dengan penerima rasa sakit, maka sistem perasa kita bereaksi dan mengakibatkan rasa "pedas". Selanjutnya tubuh bereaksi dengan meningkatkan metabolisme, sama seperti saat menghadapi serangan penyakit.
v Bagaimana menghilangkan rasa pedas?
Jangan menggunakan air, karena akan sia-sia. Molekul capsaicin sulit terlarut oleh air. Lebih baik menggunakan susu, karena susu dapat mengikat capsaicin - sehingga rasa pedas lebih cepat hilang, karena terikat pada susu yang mengalir ke lambung.
Capsaicin yang memberikan rasa pedas pada cabe juga memberi otak aliran endorphin. Saat merasa pedas, lidah mengirim sinyal sakit semu ke otak. Akibatnya, otak melepaskan penawar rasa sakit alamiah yang menenangkan atau endorphin sehingga menimbulkan perasaan senang.
Hasil penelitian menunjukkan dari 9 jenis bahan kimia yang diuji yang dapat menetralisir sifat reduktif cabe merah ada 5 jenis, yaitu Na-benzoat, Na2HPO4, KH2 PO4, NA2CO3 dan MgSO4.
Bahan kimia yang dapat menetralisir sifat reduktif cabe rawit ada 3 jenis, yaitu KH2PO4, Na-benzoat, dan Na2CO3.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Tanaman Cabai
a) Kingdom : Plantarum
b) Divisi : Spermatophyta
c) Sub Divisi : Angiospermae
d) Klas : Dicotyledoneae
e) Sub Klas : Sympetalae
f) Ordo : Tubiflorae (Solanales)
g) Famili : Sonalaceae
h) Genus : Capsicum
i) Spesies : Capsicum annum L.

Varietas cabai unggul yang digemari para petani adalah Hot Beauty (457), Hero (459), Long Chili (455), Ever Flavor (462), Passion (451), Amando, Red Beauty, Hot Chili, Wonder Hot, Arimbi, Hybrid TM-999, dan Hybrid TM-888.
Produktivitas cabai dari tahun ke tahun menurun. Tahun 2004, produktivitas cabai merah hanya 5.67 ton per hektar, padahal potensi produksi cabai merah mencapai 194, 6 ribu hektar. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas cabai Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit. Beberapa penyakit dominan menyerang cabai antara lain antraknosa, hawar Phytophthora (serangga), layu bakteri dan virus. Dari berbagai penyakit itu, antraknosa penyebab paling utama rendahnya produktivitas cabai di Indonesia.
Serangan antraknosa ini disebabkan cendawan genus Colletotrichum. Cendawan ini mempunyai enam spesies utama yaitu C. gloeosporiodes, C.acutatum, C.dematium, C.capsici dan C.acutatum. Colletotrichum gloeosporiodes dan C.acutatum mengakibatkan kerusakan buah dan kehilangan hasil paling besar. Lebih dari 90 persen antraknosa yang menginfeksi cabai diakibatkan Colletotrichum gloeosporiodes. Namun akhir-akhir ini, Colletotrichum acutatum menggantikan 'posisi' gloeosporiodes.
Gejala penyakit ini berupa bercak kecil pada buah cabai. Selama musim hujan bercak ini berkembang cepat. Bahkan pada lingkungan kondusif penyakit ini dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai.
Umumnya varietas cabai yang ada saat ini rentan terhadap penyakit antraknosa. Penyakit ini mampu menurunkan hasil cabai hingga 75 persen. Pengendalian sangat intensif menggunakan fungisida kontak dan fungisida sistemik pun belum optimal. Di daerah Brebes Jawa Tengah, antraknosa masih merugikan hingga 45 persen, Demak hingga 65 persen, sedangkan di Sumatera Barat mencapai 35 persen. "Oleh karena itu penggunaan varietas yang resisten merupakan cara paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa," kata Mahasiwa S3 Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhamad Syukur dalam disertasinya 'Analisis Genetik dan Studi Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L) terhadap Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum'.
Sebelum merakit varietas tahan penyakit antraknosa, Staf Pengajar Departemen Agronomi Hortikultura Fakultas Pertanian IPB ini memilah tetua donor tahan atraknosa dan mencari informasi genetik untuk menentukan metode seleksi yang tepat. Dalam penelitiannya yang dikerjakan mulai bulan Agustus 2005 hingga Mei 2007, Syukur menggunakan 14 genotip tanaman. Keempat belas genotip tersebut ialah C-1, C-2, C-3, C-4, C-5, C-7, C-8, C-9, C-15, C-18, C-19, C-28, C-47 dan C-49. Penelitian ini dilakukan 4 tahap percobaan, antara lain: identifikasi ketahanan, pewarisan ketahanan cabai, analisis silang dialel untuk pendugaan parameter genetik ketahanan cabai, dan interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotricum acutatum.
Hasil penelitian menunjukkan C-15 tahan antraknosa yang disebabkan C. Acutatum. "C-15 diduga mengandung senyawa biokimia tertentu yang tahan terhadap antraknosa. Sementara C-18 diduga mempunyai mekanisme ketahanan fisik terhadap penyakit antraknosa," jelas Syukur. Ketahanan ini dikendalikan oleh banyak gen resesif dengan aksi gen resesif bukan gen dominan.
Genotip C-15 mempunyai daya gabung umum yang baik sehingga sangat bagus digunakan sebagai tetua tahan dalam perakitan varietas tahan terhadap antraknosa. Syukur menyarankan perlu penelitian lanjut mengenai mekanisme ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan C. Acutatum. Ia juga menyarankan metode perakitan varietas tahan adalah metode persilangan ganda dengan pemisahan transgresif. Penelitian ini dibawah komisi pembimbing yang terdiri dari Dr.Ir.Sriani Sujiprihati, MS, Prof.Dr.Ir.Jajah Koswara dan Dr.Ir.Widodo, MS (ris/nUr)

2.2 Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Cabai
Seleksi galur-galur homozigot unggul pada uji daya hasil dilakukan dengan tujuan untuk memilih satu atau beberapa galur terbaik yang dapat dilepas sebagai kultivar unggul baru. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2005 di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang diulang sebanyak 3 kali, dengan faktor perlakuan tunggal yaitu 10 galur populasi F7 hasil persilangan cabai keriting Talang Semut X cabai besar Tit Super + 2 tetua (Talang Semut dan Tit Super). Tanah yang digunakan adalah ultisol dengan pH tanah (4,6), kadar lengas (10,07), dan Al-dd 1,50 me/100 g. Variabel yang diamati tinggi tanaman, umur berbunga, diameter pangkal batang, umur panen pertama, jumlah buah per tanaman, panjang buah, jumlah buah yang dipanen, diameter buah, bobot satu buah, bobot buah per petak, jumlah biji per buah dan ketebalan daging buah. Tingginya komponen pertumbuhan dan hasil seperti tinggi tanaman, diameter pangkal batang, umur berbunga, umur panen, jumlah buah, diameter buah, ketebalan daging buah, jumlah biji, bobot satu buah, dan bobot buah per petak mempengaruhi besarnya hasil pada galur-galur terpilih. Galur-galur yang mempunyai nilai rata-rata yang tinggi pada sebagian besar komponen pertumbuhan dan komponen hasil adalah galur 09L3, 10H2, 29L3, dan 35C2. Galur 35C2mempunyai hasil yang paling tinggi diantara galur-galur yang lain, yaitu 173,39 g/tanaman, mempunyai posisi bunga/buah tegak dengan percabangan kompak. Sedangkan galur 29L3 mempunyai nilai rata-rata bobot buah per petak yang paling tinggi diantara galur-galur yang lain, yaitu 3104,18 g/petak. Galur-galur rpilih adalah29L3 (164,21g/tanaman) dan 35C2 (173,39 g/tanaman), sedangkan galur 05E2 (131,52 g/tanaman), 09L3 (105,18 g/tanaman), 10H2 (141,96 g/tanaman), dan 24D2 (119,17 ga/tanaman)


2.3 Teknik budidaya tanaman cabai
2.3.1 Fase Pratanam
1. Pengolahan Lahan
· Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2
· Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
· Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2
· Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm
· Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt)
· Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk.
· Atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m.
· NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter.
· Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan.
· Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).
2. Benih
· Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural
CS-20, CB-30
· Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.

2.3.2 Fase Persemaian ( 0-30 Hari)
1. Persiapan Persemaian
· Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia.
· Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.
2. Penyemaian
· Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring
· Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS
· Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban
3. Pengamatan Hama & Penyakit
a. Penyakit
· Rebah semai (dumping off), gejalanya tanaman terkulai karena batang busuk , disebabkan oleh cendawan Phytium sp. & Rhizoctonia sp. Cara pengendalian: tanaman yg terserang dibuang bersama dengan tanah, mengatur kelembaban dengan mengurangi naungan dan penyiraman, jika serangan tinggi siram GLIO 1 sendok makan (± 10 gr) per 10 liter air.
· Embun bulu, ditandai adanya bercak klorosis dengan permukaan berbulu pada daun atau kotil yg disebabkan cendawan Peronospora parasitica. Cara mengatasi seperti penyakit rebah semai.
· Kelompok Virus, gejalanya pertumbuhan bibit terhambat dan warna daun mosaik atau pucat. Gejala timbul lebih jelas setelah tanaman berumur lebih dari 2 minggu. Cara mengatasi; bibit terserang dicabut dan dibakar, semprot vektor virus dengan BVR atau PESTONA.
b. H a m a
· Kutu Daun Persik (Aphid sp.), Perhatikan permukaan daun bagian bawah atau lipatanpucuk daun, biasanya kutu daun persik bersembunyi di bawah daun. Pijit dengan jari koloni kutu yg ditemukan, semprot dengan BVR atau PESTONA.
· Hama Thrip parvispinus, gejala serangan daun berkerut dan bercak klorosis karena cairan daun diisap, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Biasanya koloni berkeliaran di bawah daun. Pengamatan pada pagi atau sore hari karena hama akan keluar pada waktu teduh. Serangan parah semprot dengan BVR atau PESTONA untuk mengurangi penyebaran.
· Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus). Gejala serangan daun berwarna kuning kecoklatan menggulung terpuntir ke bagian bawah sepanjang tulang daun. Pucuk menebal dan berguguran sehingga tinggal batang dan cabang. Perhatikan daun muda, bila menggulung dan mengeras itu tandanya terserang tungau. Cara mengatasi seperti pada Aphis dan Thrip

2.3.3 Fase Tanam
1. Pemilihan Bibit
· Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus
· Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
· Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda.
· Plastik polibag dilepas
· Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.
3. Pengamatan Hama
· Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
· Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ),
Ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
· Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.

2.3.4 Fase Pengelolaan Tanaman (7-70 Hst)
1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.
Kebutuhan total pupuk makros 1000 m2 :
Jenis Pupuk 1 - 4 minggu (kg) 5 - 12 minggu
(kg)
Urea 7 56
SP-36 7 28
KCl 7 28


Catatan :
- Umur 1 - 4 mg 4 kali aplikasi (± 7 tong/ aplikasi)
- Umur 5-12 mg 8 kali aplikasi (± 14 tong/aplikasi)
3. Penyemprotan POC NASA ke tanaman dengan dosis 3-5 tutup / tangki pada umur 10, 20, kemudian pada umur 30, 40 dan 50 HST POC NASA + Hormonik dosis 1-2 tutup/tangki.
4. Perempelan, sisakan 2-3 cabang utama / produksi mulai umur 15 - 30 hr.
5. Pengamatan Hama dan Penyakit
· Spodoptera litura/ Ulat grayak Lihat depan.
· Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ), lihat fase persemaian.
· Penyakit Layu, disebabkan beberapa jamur antara lain Fusarium, Phytium dan Rhizoctonia. Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun. Tanaman layu dimusnahkan dan untuk mengurangi penyebaran, sebarkan GLIO
· Penyakit Bercak Daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah menjadi rusak karena terbakar sinar matahari. Pengamatan pada daun tua.
· Lalat Buah (Dacus dorsalis), Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah. Sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kumpulkan dan musnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah / ha
· Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. Serangan berat sebari dengan GLIO di bawah tanaman.

v FASE PANEN DAN PASCA PANEN
1. Pemanenan
· Panen pertama sekitar umur 60-75 hari
· Panen kedua dan seterusnya 2-3 hari dengan jumlah panen bisa mencapai 30-40 kali atau lebih tergantung ketinggian tempat dan cara budidayanya
· Setelah pemetikan ke-3 disemprot dengan POC NASA + Hormonik dan dipupuk dengan perbandingan seperti diatas, dosis 500 cc/ph

2. Cara panen :
· Buah dipanen tidak terlalu tua (kemasakan 80-90%)
· Pemanenan yang baik pagi hari setelah embun kering
· Penyortiran dilakukan sejak di lahan
· Simpan ditempat yang teduh
3. Pengamatan Hama & Penyakit
· Kumpulkan dan musnahkan buah yang busuk / rusak
persilangan
Galur murni cabai merah besar (MM) disilangkan dengan galur murni cabai keriting (mm), akan dihasilkan cabai merah (MM), cabai merah keriting (Mm), cabai keriting (mm) dengan perbandingan 1:2:1. Fungsi dari melakukan berbagai penyilangan berbagai galur murni ini untuk menghilangkan sifat – sifat jelek tanaman cabai. Caranya dengan membuat resesif gen yang menurunkan sifat negative dan memunculkan sifat – sifat baiknya (membuat dominan gen positif). Penyilangan ini bisa dilakukan pada dua galur murni atau beberapa galur murni. Selanjutnya, hasil silangan ini diuji daya hasilnya dan daya adaptasi di beberapa daerah atau lokasi. Tanaman yang menunjukkan penampilan berbeda dan menonjol dari tanaman yang telah ada sebelumnya merupakan tanaman yang siap dimunculkan di pasar.
Jika sifat – sifat baik hasil silangan dua atau beberapa galur murni ini hanya bisa bertahan satu kali, benihnya dinamakan hibrida. Jika benih keturunan tanaman hibrida ini ditanam kembali hasilnya akan kembali sama seperti induknya. Contohnya, cabe hibrida besar keriting (Mm) ditanam kembali, akan menghasilkan cabe besar (MM) dan cabai keriting (mm). sifat genetic cabai besar keriting (Mm) menjadi resesif dan tidak kelihatan lagi. Karenanya, cabai – cabai hibrida hanya bisa ditanam satukali hingga para petani harus terus membeli benih baru dari para pemulia benih. Sifat – sifat tanaman hibrida ini telah mengakibatkan tumbuhnya agribisnis industri benih, baik industri berskala kecil maupun perusahaan – perusahaan raksasa multinasional.
Hasil persilangan dua individu atau lebih galur murni ini bisa juga bersifat menetap untuk jangka waktu sementara. Hasil persilangan seperti ini disebut persarian terbuka atau open polineted (OP). cabai OP tetap bisa dibudidayakan lagi dengan sifat-sifat genetic positif yang masih tetap dominan sampai pada tingkat tertentu. Hasil persilangan dua atau beberapa galur murni disebut F0. Jika biji cabai F0 ini ditanam lagi, hasilnya akan tetap menurunkan sifat – sifat baik induknya dan disebut F1. Benih F1 ini bisa ditanam lagi dan tetap akan menghasilkan sifat-sifat baik induknya meskipun sifat-sifat genetinya yang dominant sudah mulai menurun. Cabai-cabai OP bisa tetap dibenihkan sampai generasi V (F5). Selanjutnya, sifat-sifat baik generasi tersebut cenderung akan terus menurun sehingga hilang sama sekali. Benih-benih OP memungkinkan para petani melakukan pmebenihan sendiri.

Jumat, 19 Desember 2008